Pameran Hilarity of Vagueness
“Membebek, membeo dan latah muncul sebagai hal yang jamak di hari ini, dan tidak banyak yang melihat serta menyadari fenomena ini sebagai persoalan mendasar dari dirinya”, itulah celoteh generasi-X terhadap generasi millennial (generasi-Y). Menyoal kepada fenomena ini, benar atau salah merupakan hal yang sangat relatif untuk diperbincangkan, dunia telah berubah, sistem informasi dan teknologi telah merebak menyelimuti hampir di seluruh permukaan bumi ini. Dunia ini menawarkan banyak sekali hal yang bersifat ikonik, terlebih dunia branding yang di hari ini pun menjadikan personaliti sebagai arena pertarungan. Yak !!!, peluru persona dan lembing keunikan telah berhasil menghunjam tepat pada jantung para milenial, “guwe banget” adalah sebuah jargon yang sering muncul pada ikon-ikon yang menempel pada diri. Jika kita lihat secara lebih setiti dan akanthia awas emut, maka alur pelabelan guwe banget nampak bergerak layaknya phantom of shadow yang membuat para millenial mengalami possess dan kehilangan sejatining diri lakuning pribadi.
Merubah perspektif tidak hanya bisa dilakukan pada tampilan muka, namun harus pada tahap yang mendasar dan sangat principal. Benar !!!. Pengetahuan adalah hal mendasar, hal yang harus ditelusuri kembali dan dikonstruksikan untuk sedikit demi sedikit menyeruak meneriakkan “rem tene, verba sequentur, kuasailah yang dipelajari dan dengan sendirinya dunia akan ikut. Memahami sebuah teori dengan keunikan pengalaman yang berbeda merupakan sebuah cerita masa depan juga pengetahuan yang sedang dituliskan.
Ketika sebuah tema yang berujar “seni sebagai ekspresi religiositas dan pluralitas”, maka hal yang perlu diletakkan untuk menandai hal tersebut adalah bertemunya conceptual art dan kedalaman pengalaman dalam menyelami derasnya arus, sehingga gambaran yang tersebar bukan hanya sebuah wacana namun dapat menjadi sebuah dinamika. Conceptual art yang menjadi katarsis dari modernitas dan kedalaman empirik yang menderu pada era kontemporer ini layaknya pertemuan dua buah arus yang sama kuatnya. Kelahiran conceptual art merupakan sebuah polemik yang hadir ketika seni dipaksa harus menyumbangkan pengetahuan dan cara pandang ini dianggap sebuah tirani atas kebebasan berekspresi. Namun demikian cara pandang ini haruslah diselami dengan lebih seksama, dan akan lebih dipahami jika diri sebagai pengetahuan dapat membumi dalam diri.
Pameran Dies Natalis Pasca Sarjana 2017/XXXIII ‘Hilarity of Vagueness’
Periode pameran: 31 Mei – 4 Juni 2017
Acara pembukaan: 31 Mei 2017 pk 16.00
Acara penutupan: 4 Juni 2017 pk 16.00
Tempat: Galeri dan Pelataran Kampus Pasca Sarjana ISI Yogyakarta