Teater Djarum sukses menggelar pentas pertunjukan dengan lakon Nara di gedung stage teater, Fakultas Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta, Selasa (06/11/2018) malam.
Antusias masyarakat dan mahasiswa yang tertarik untuk menyaksikan Teater Djarum ini ramai memadati gedung pertunjukan.
Lebih kurang selama 90 menit lakon Nara dipentaskan di atas panggung.
Meskipun dengan artistik sederhana, namun lakon Nara yang ditulis dan disutradarai oleh Ada Jatmiko ini sarat akan makna.
“Kisahnya keren. Keteguhan dan perjuangan sosok Nara mengoyak nurani, sangat menginspirasi,” ujar Krisna, yang berkali-kali tepuk tangan setelah pentas usai.
Nara merupakan simbolisasi atas sebuah semangat hidup yang tak pernah menyerah.
Ia digambarkan sebagai seorang perempuan desa (pesisir) yang kemudian dibawa ke tanah perkotaan.
Dimana cara berpikir dan perbedaan budaya menjadi masalah besar.
Namun, keyakinan Nara akan nilai luhur dan hakikat kehidupan menjadi daya, kekuatan, spirit yang selalu ia bawa dan perjuangkan.
“Nara sosok perempuan yang teguh membangun masyarakat. Meskipun dia sendiri adalah perempuan rampasan perang, tapi dia tidak kehilangan jati diri,” ujar penulis naskah dan juga sutradara Nara, Asa Jatmiko, saat ditemui Tribunjogja.com di sela-sela pentas.
Dijelaskan Asa, sosok Nara dalam naskah yang ia tulis banyak terinspirasi dari sosok Rara Mendut, seorang lakon dari novel trilogi karya YB Mangunwijaya (Rama Mangun).
Dia mengaku mencoba membawa spirit perjuangan dan keteguhan dari Rara Mendut itu ke dalam sosok Nara.
“Sebetulnya Nara itu tranformasi dari tokoh Rara Mendutnya Rama Mangun. Spirit dari Rara Mendut itu saya bawa kepada Nara, sebagai perempuan pesisir,” ungkap dia.
Pemeran sosok Nara, Teresa Rudiyanto, mengungkapkan rasa harunya.
Nara baginya merupakan sosok perempuan pemberani, cerdas, ceplas-ceplos, dan pantang menyerah dalam berjuang.
Banyak pelajaran yang bisa diambil dari sosok Nara.
“Jika kita meyakini sesuatu sebagai kebenaran, walaupun ditentang dan ditempuh dengan pengorbanan tetap harus dipegang teguh. Apapun risikonya,” tutur Teresa.
Teresa bahagia dan tampak berkaca-kaca bisa memerankan Nara.
Baginya, Nara adalah simbol keteguhan dan perjuangan.
“Sekalipun kita tidak dianggap sama orang, kita dianggap sampah, dianggap jamur, kita dianggap pasir ataupun debu. Tapi jadilah jamur dan sampah yang memiliki daya hidup,” tambahnya.
“Apapun posisimu dalam masyarakat tetaplah berjuang,” tutur Teresa, menirukan naskah yang ia bacakan dalam orasi Nara.
Menariknya, mereka, para pemain, merupakan para karyawan dari PT Djarum, Kudus.
Karena, Teater Djarum sendiri merupakan kelompok seni pertunjukan yang menjadi wadah ekspresi dan berbagai gagasan estetika dari Karyawan PT Djarum.
Kelahiran kelompok teater ditandai dengan pentas perdana pada 21 April 2003 di GOR Djarum Kaliputu, Kudus.
Berkelindannya waktu, Teater Djarum makin eksis dan terus mengasah bakat serta meningkatkan kualitas seni perannya.
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Teater Djarum Sukses Pentaskan “Nara” di ISI Yogyakarta, http://jogja.tribunnews.com/2018/11/07/teater-djarum-sukses-pentaskan-nara-di-isi-yogyakarta.
Penulis: Ahmad Syarifudin
Editor: Gaya Lufityanti