Promosi Doktor ke 31 Muh Fakhrihun Na’am, S.Sn., M.Sn.

Promosi Doktor ke 31 Muh Fakhrihun Na’am, S.Sn., M.Sn.

Selasa, 30 Agustus 2016 pukul 10.00– 12.30 WIB Pascasarjana ISI Yogyakarta menggelar Ujian Terbuka Muh Fakhrihun Na’am, S.Sn., M.Sn. Sidang diketuai oleh Prof. Dr. Djohan, M.Si. , Prof. Drs. SP. Gustami, SU. sebagai Promotor, Dr. Ir. Yulriawan Dafri, M.Hum. Kopromotor, dan Dewan Penguji Prof. Dr. M. Agus Burhan, M.Hum., Prof. Drs. Soeprapto Soedjono, M.F.A.,Ph.D., Prof. Dr. Yusuf Affendi, Dr.St. Sunardi, Dr. H. Suwarno Wisetrotomo, M.Hum., Dr. Timbul Raharjo, M.Hum.
Saudara Muh Fakhrihun Na’am berhasil mempertahankan Disertasi yang berjudul Pertemuan antara Hindu, Cina dan Islam Pada Masjid dan Makam Mantingan , Jepara di hadapan Dewan Penguji sehingga lulus dengan predikat “Memuaskan” dan menjadi Doktor ke 31 dari PPs ISI Yogyakarta. 

naam1Dalam Disertasinya Saudara Muh Fakhrihun Na’am, S.Sn., M.Sn. menjelaskan bahwa Ornamen-ornamen yang ada di Masjid dan Makam Mantingan sendiri menjadi objek yang menarik untuk dikaji. Beberapa pengertian ornamen menyebutkan bahwa ornamen adalah salah satu hasil karya seni rupa berupa hiasan yang diterapkan pada arsitektur, kerajinan tangan, lukisan, perhiasan dan sebagainya. Makam Ratu Kalinyamat di Desa Mantingan, Kabupaten Jepara, termasuk makam tua yang periodisasinya diperkirakan sejaman dengan beberapa makam para Wali di pantai utara Jawa. Makam Ratu Kalinyamat berupa sebuah kompleks makam yang memiliki struktur bangunan yang arkais (kuno). Tokoh utama yang dimakamkan  di kompleks makam tersebut adalah ratu Kalinyamat beserta suaminya.

Bentuk dan struktur fisik arsitektur bangunan Masjid dan Makam Mantingan, merupakan campuran dari gaya arsitektur Jawa, Cina, dan Hindu. Keunikan dan keindahan kedua bangunan tersebut, tidak hanya pada bentuk dan strukturnya, melainkan juga pada penampilan keindahan secara keseluruhan. Beragam ornamen dipasang pada dinding serambi masjid, pawèstrèn, mihrab, di atas dan bawah mihrab, mimbar, mustoko dan di gapura candi bentar. Ornamen juga dijumpai pada dinding kompleks dan beberapa batu nisan. Kini ornamen itu disimpan di gudang milik masjid dan Museum Kartini, Museum Ronggowarsito Semarang dan Masjid Agung Jawa Tengah. Bidang-bidang ornamen itu memiliki bidang yang berbentuk lingkaran, segitiga, persegi panjang, dan lain sebagainya.

Motif geometris pada ornamen pada Masjid dan Makam Mantingan memperlihatkan pencampuran dari motif Cina dan bentuk motif lung adalah ciri khas dari motif Jawa. Bidang-bidang ornamen dan motif ukiran inilah yang menjadi sumber inspirasi masyarakat Jepara untuk mengembangkan unsur motif dari ukir-ukirannya hingga sekarang. Selain ornamen yang terdapat pada dinding kompleks masjid dan makam, ada juga ornamen berbentuk bidang tidak beraturan pada mustoko, mimbar, dinding mihrab, pintu gapura utama, dan batu nisan.  Ornamen yang indah itu selain bermacam-macam bentuk dan bidang motifnya, secara keseluruhan ornamen tersebut juga memiliki nilai estetis dan makna simbolis tertentu di dalamnya. Ornamen tersebut nampak adanya gubahan maupun penggayaan dari bentuk-bentuk hewan yang distilisasi.

Ornamen sebagai satu bentuk kebudayaan materi mengkomunikasikan sekaligus merepresentasikan makna simbolik, sakralitas, spiritualitas, dan fungsi sosio-religius umat Islam. Kebudayaan materi dapat difahami dan ditafsirkan dalam konteks tertentu sesuai dengan kode budaya dan konvensi sosial yang berlaku. Mengkaji kebudayaan materi adalah menafsirkan kebudayaan materi itu sendiri dalam hubungannya dengan lingkungan sosialnya. Kebudayaan materi tidak selalu mengandung arti (meaning). Kebudayaan materi diciptakan seringkali untuk pertimbangan, fungsi, atau kebutuhan praktis.naam2

Ornamen Masjid dan Makam Mantingan dapat dilihat sebagai kontruksi sosial keruangan dalam hubungannya dengan identitas kultural dan tradisi masyarakat Jepara. Ornamen Mantingan terintegrasi dalam bentuk-bentuk spasial dan menghadirkan masa lalu pada masa sekarang. Jalan, rumah, monumen, tugu, gapura, hingga kompleks pemakaman adalah bukti dari dokumen-dokumen sejarah sendiri. Di Mantingan pada khususnya serta Jepara pada umumnya, kegiatan mengukir sudah berjalan berabad-abad dan dilakukan oleh seniman ukir di rumah atau di tempat kerja mereka secara berkelompok atau individu.

Bangunan makam raja-raja Islam di Indonesia juga menunjukkan hasil dari proses akulturasi. Makam raja-raja Islam Jawa yang dibangun di puncak-puncak bukit dipengaruhi aspek kepercayaan prasejarah masyarakat Indonesia. Makam nenek moyang dibangun dipuncak bukit dan kemudian dipuja oleh penduduk setempat. Tradisi lama seperti itu tampaknya diteruskan oleh raja-raja Islam di Jawa. Bangunan makam tersebut dihiasi dengan berbagai ornamen.  akulturasi Hindu, Cina dan Islam telah terbukti dalam artefak ornamen tersebut. Hasil karya ornamen pada Masjid dan Makam Mantingan Jepara adalah akulturasi, baik berupa fisik maupun gagasan, telah diterima dan dimiliki oleh masyarakat Indonesia dan telah menjadi bagian dari warisan leluhur kita.

Peran Ratu Kalinyamat terhadap penciptaan ornamen pada kompleks Masjid dan Makam Mantingan adalah sebagai penggagas atau konseptor dengan pelaksana adalah Tjie Wie Gwan (Patih Sungging Badardawung) dan atas nasihat Sunan Kalijaga. Bagaimana peran ini dijalankan adalah dengan meminta para arsitek dan desainer, dibantu para perajin, dengan dilandasi jiwa gotong royong yang sudah berakar dalam kehidupan masyarakat pada saat itu. Ide penciptaan ornamen banyak dipengaruhi oleh tradisi Cina dikarenakan pelaksana pembuatan ukiran adalah seorang keturunan Cina.

Ide penciptaan ornamen yang dibawa Tjie Wie Gwan dari Tiongkok sebagaimana diminta Sultan Hadlirin. Ornamen diukir oleh masyarakat desa Mantingan atas perintah dan bimbingan Patih Tjie Wie Gwan. Ornamen-ornamen yang berkembang memiliki bentuk yang bervariasi berupa bentuk lingkaran (mendalion) dengan motif makhluk hidup (organis) maupun geometris, persegi empat, persegi enam dengan kurung kurawal, juga bentuk kelelawar yang serupa dengan huruf “W”. Masing-masing ornamen memiliki fungsi estetis, sosial, serta simbolik yang terkait dengan falsafah kehidupan. Makna simbolik yang dimunculkan oleh ornamen-ornamen ini meliputi makna-makna yang bersifat religius, filosofis, dan kebatinan (tasawuf). Hal inilah yang mempengaruhi perkembangan ukiran Jepara hingga saat ini.naam5

Akulturasi dalam ornamen Masjid dan Makam Mantingan dipengaruhi masuknya agama Islam ke Jawa pada awal abad XV-XVIII. Adanya larangan penggambaran makhluk hidup yang dianggap menyekutukan Tuhan menyebabkan terjadinya akulturasi tersebut. Pelarangan ini tidak serta merta menghilangkan justru mendapatkan pengaruh dari kepercayaan lainnya seperti Hindu, Buddha, dan Cina. Terjadilah akulturasi budaya yang sudah ada dengan ajaran yang baru. Akulturasi pada ornamen-ornamen dilakukan dengan cara menghindari cara ungkap yang yang realistik. Penggambaran makhluk hidup terutama manusia dan binatang disamarkan dalam jaringan hiasan dekoratif yang memiliki maksud atau simbol.

Disertasi ini bertujuan mengidentifikasi keberadaan ornamen yang ada pada Masjid dan Makam Mantingan dan mengetahui dan memahami bentuk, fungsi, serta makna simbolik yang terkandung di dalam ornamen tersebut serta menganalisis keterkaitan Ratu Kalinyamat dengan ide dasar penciptaan ornamen yang mendukung lahirnya seni ukir pada Masjid dan Makam Mantingan Jepara. Penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan wawasan dan ilmu seni rupa, khususnya dalam bidang kriya.

Cari
Kategori