Jum’at, 23 April 2021 Pukul 09.00 WIB Pascasarjana ISI Yogyakarta mengelar ujian terbuka Sdr. Hery Budiawan yang dilakukan secara daring melalui Zoom meet dan kanal Youtube. Sidang terbuka daring ini diketuai oleh: Dr. Fortunata Tyasrinestu, M.Si. Sebagai promotor adalah Prof. Dr. Djohan, M.Si dan KoPromotor Dr. St. Sunardi. Serta Dewan penguji antara lain Prof. Dr. Augustinus Supratiknya., Dr. Mitrayana, S.Si., M.Si., Dr. Royke Bobby Koapaha, M.Sn., Dr. GR. Lono Lastoro Simatupang, M.A., Prof. Dr. Pande Made Sukerta, S.Kar., M.Si., Oc. Cahyono Priyanto, S.T, M.Arch., Ph.D.Dengan Reimajenasi Timbre: Nostalgia Bunyi Melalui Komposisi Musik menghantar Hery Budiawan menjadi Doktor ke-72 PPs ISI Yogyakarta dengan predikat “Cum Laude“.
Dalam dunia komposisi (musik) kesenangan pencarian timbre mulai terlihat terutama dengan kelahirannya teknologi, sehingga dapat menghasilkan bunyi lain yang diinginkan komponis, bunyi konvensional dari alat musik dianggap sangat terbatas tidak dapat memenuhi keingianb sang komponis. Pemberontakan atas bunyipun mulai dikaitkan dengan teknik pembunyian. Berbagai macam teknik pembunyian dilakukan sehingga komponis bisa menghasilkan berbagai macam bunyi dari alat musik yang dieksplorasinya. Pencarian bunyi melalui eksplorasi teknik sampai saat ini dirasa sudah habis tergali oleh komponis dengan berbagai macam cara pengolahan bunyi. Selain teknik komposer mencari jalan lain pencarian timbre juga lewat harmoni bunyi dimana banyak kemungkinan yang akan tercipta timbre baru lewat harmoni baik secara pengabungan instrumen maupun secara pengolahan bunyi itu sendiri. Pada akhirnya keberadaan teknologi membuat gairah tersendiri dari dunia komposisi. Terpenuhi atas kebutuhan bunyi juga sebagai alasan utama komponis akhir-akhir ini memanfaatkan teknologi sebagai media ungkap dalam komposisinya. Namun hanya sebatas sebuah eksplorasi bunyi sehingga karya “musiknya” tidak menjadi perhatian khusus.
Lantas bagaimana menghadirkan pengalaman masa lalu melalui timbre dengan melihat dari sisi ektramusikal? Disini timbre bukan hanya urusan teknik pembunyian, harmoni, instrumentasi, ekplorasi bunyi dan lainya yang bersifat teknis dalam komposisi. Justru timbre disini dirasa peneliti sebagai asosiasi diri komponis dalam mencari gairah dari pengalaman hidup, sehingga timbre sebagai stimulus untuk mengungkap masa lalu, baik terhadap peneliti sendiri maupun yang mendengarnya. Dapat diartikan timbre sebagai penghantar yang baik atas pengalaman melalui nostalgia bunyi. Melihat hal tersebut sebenarnya bisa ditarik kesimpulan awal bahwa timbre bukan hanya urusan wilayah musik namun berada di wilayah non musik juga. Ketertarikan melihat timbre ini karena peneliti meyakini timbre bisa sebagai bahasa mengungkap sebuah peristiwa masa lalu. Justru dalam arti penting topik ini peneliti sedang mempermasalahkan posisi timbre itu sendiri yang saat ini hanya dipandang dalam wilayah musikal tidak lebih dari itu.
Pengaruh timbre dirasa sangat berperan penting selain hanya urusan teknik dan eksplorasi bunyi saja dalam komposisi musik. Melihat hal ini timbre sebagai sebuah asosiasi (emosi: imajenasi, persepsi, antusiasme, gairah dan lainya) sangat perlu menjadi perhatian dalam komposisi musik.
Untuk merumuskan penelitian penciptaan pengalaman diri promovendus Hery Budiawan menjabarkan beberapa literatur yang cukup mendalam. Mengenai timbre diperlukan sebagai acuan serta informasi awal untuk membongkar timbre dan pengalaman hidup sebagai sebuah ide penciptaan. Sumber-sumber yang digunakan meliputi: timbre, nostalgia (Boym), logika sensasi (Deleuze), fantasi (Freud) dan beberapa konsep lainya seperti anagram dan gelombang bunyi serta warna. Penelitian penciptaan seni ini menggunakan pendekatan Practice based research sebagai salah satu metodologi penciptaan seni. Pendekatan tersebut digunakan untuk membuat tahapan-tahapan proses penciptaan agar nilai subyektifitas peneliti dapat menjadi hal yang objektif diwilayah akademis. Tahapan dalam metodologi meliputi; pengumpulan data, pra komposisi, konseptual timbre, komposisi musik serta refleksi teori dan karya.
Timbre sangat penting dalam asosiasi diri peneliti karena timbre adalah energi peneliti untuk mengingat masa lalu, hanya dengan timbre masa lalu peneliti terbongkar dengan apa adanya. Hal kedua langkah pengumpulan data yang sifatnya subyektif memberikan wacana baru yang dibuat dalam kata kunci setiap ceritanya sebagai bahan utama membuat konsep timbre yang ditawarkan yaitu WIK timbre, alih timbre dan anagram timbre. Kesemuanya itu untuk membongkar bagaimana pengalaman bisa menjadi karya seni. Temuan ini lebih pada konsep pengolahan bunyi yang dinamakan oleh peneliti menjadi WIK timbre, Alih timbre dan Anagram timbre. Kedua denifisi timbre bagi peneliti merubah cara pandang penliti dalam melihat timbre, peneliti memaknai timbre adalah energi bunyi. Hal yang terakhir tentang fungsi timbre, peneliti melihat timbre bukan hanya saja urusan musikologis namun jauh dari itu timbre berfungsi sebagai bahasa untuk mengingat peristiwa. Yang terpenting bagi peneliti nostalgia dan logika sensasi sebagai sebuah pintu masuk untuk membongkar pengalaman menjadi karya seni yang mewakili asosiasi diri. Penelitian penciptaan seni Reimajenasi Timbre: Nostalgia Bunyi Melalui Komposisi Musik setidaknya memberikan energi lain dalam sebuah karya seni yang bersumber dari pengalaman hidup.