Jakarta, Kemendikbud — Mewujudkan revolusi mental perlu gerakan nasional pada dua tataran sosial politik, yaitu para pejabat dan rakyat sebagai warga negara. Ide tersebut muncul pada seminar nasional kebudayaan yang bertema Paradigma Baru Strategi Kebudayaan Indonesia di Jakarta, Oktober lalu.
Seminar yang mendatangkan berbagai pembicara dari bermacam bidang ini menyimpulkan bahwa perubahan harus diarahkan pada kedua tataran tersebut, yaitu bagaimana penguasa menjadi pelindung dan pelayan publik yang cakap dan santun, dan bagaimana rakyat dapat menjadi warga negara yang terlindungi, terjamin hak-haknya, dan bertanggung jawab pada lingkungannya.
Dalam seminar ini juga disimpulkan bahwa pendidikan memegang peranan penting untuk mewujudkan revolusi mental. Karena itu, diperlukan lembaga pendidikan yang mampu menghasilkan guru yang punya wawasan pedagogis kuat, serta mendesain pendidikan dasar dengan memberikan porsi pada guru sebagai pedagog. Guru harus bisa menjadi teman uang memungkinkan murid dekat dan akrab, serta mampu memberikan inspirasi dengan contoh-contoh konkret.
Kesimpulan tersebut menjawab perspektif bidang pendidikan yang disampaikan oleh Sunaryo Kartadinata. Ia menilai telah terjadi pelemahan kontribusi pemikiran terutama terkait dengan penumbuhan jiwa kompetisi yang konstruktif. Pendidikan selama ini terkesan masih normatif, belum mengakomodasi input dari budaya lokal.
Dari segi penegakan hukum, perlu melakukan rekruitmen dengan cara baru. Selain itu, untuk membentuk insane hukum yang baik dan professional perlu dirunut sejak menempuh pendidikan hukum. Perlu ada masa transisi selama berbulan-bulan sebagai pendidikan perguruan tinggi hukum untuk menempatkan mereka dalam jenjang karir yang cocok, seperti pengacara, hakim, atau jaksa.
Di bidang kebudayaan, perlu pendekatan yang lebih tepat dalam upaya untuk menanggulangi masalah sosial politik yang berkembang saat ini. Upaya pendidikan melalui jalur budaya berupa penanaman nilai budaya dapat disemaikan melalui karya sastra dan seni. Untuk itu, perlu difasilitasi untuk tumbuh kembangnya kesusasteraan dan kesenian yang tidak saja memiliki nilai estetika tinggi tetapi juga etika dan moralitas yang kontekstual.
Pandangan para pakar dari berbagai bidang ini menyiratkan pentingnya mendudukkan revolusi mental tidak hanya pada tataran gagasan dan mentalitas semata, melainkan menurunkannya dalam praksis nyata sehari-hari, sehingga dapat betul-betul mengubah masyarakat Indonesia menjadi lebih unggul dan berkarakter. (Aline Rogeleonick/Sumber: Balitbang/pengunggah: Erika Hutapea)
-