Pada Rabu-Kamis, 17-18 Oktober 2018 telah berlangsung ICAPAS (International Conference for Asia Pacific Art Studies) yang penyelenggaraannya sudah memasuki tahun yang keenam. Tema yang diangkat adalah Art of the Information Age dengan pembicara tamu yang diundang adalah para profesor yang ahli dalam bidang seni yang berasal dari Jepang, Korea, dan Thailand. Mereka adalah Billy Clark (Seoul Institute of the Arts, Korea) , Yasuko Imura ( Institute of Advanced Media Arts and Sciences (IAMAS) Jepang) dan Phakkharawat Sittiprapaporn ( Mae Fah Luang University, Bangkok, Thailand).

Pada kesempatan ICAPAS ini dihadiri oleh pengajar, mahasiswa S2, dan S3 yang telah lolos dari seleksi makalah, yang datang dari ISI Yogyakarta, Universitas Jenderal Soedirman, Universitas Multimedia Nusantara, Institut Kesenian Jakarta, Universitas Malikussaleh, Universitas Pelita Harapan, Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta, Universitas Kristen Duta Wacana, Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, Politeknik Negeri Batam, Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Universitas Podomoro, Insititut Teknologi Nasional, serta peneliti independen. ICAPAS secara resmi dibuka oleh Rektor ISI Yogyakarta Prof. Dr. M. Agus Burhan, M.Hum, selanjutnya pemaparan dari pembicara tamu dipandu oleh Kurniawan Adi Saputro, PhD. Setelah rehat siang sesi panel berlangsung di ruang multimedia dan concerthall dengan reviewer para pembicara tamu.
ICAPAS 2018 yang ke-6 ini berfokus pada persoalan mutakhir kita, yaitu informasi. Informasi menjadi sangat penting, bukan karena kita tiba-tiba menggemari swafoto atau media sosial seolah-olah perilaku ini sama sekali baru. Sebenarnya yang baru di zaman informasi ini adalah bahwa praktik-praktik lama kita menjadi semakin intensif sekarang (contoh, menonton televisi sehari sekali menjadi membuka ponsel puluhan kali dalam sehari) dan bahwa kita makin tidak bisa menjangkau kenyataan dan menjadi bagiannya tanpa melalui informasi. Kita tidak bisa lagi berinteraksi dengan dunia secara ‘langsung’ dengan hanya menggunakan indra alami kita, tetapi kita juga menangkap dan menyuling informasi dari dunia menggunakan ponsel cerdas, sensor, kamera, satelit, dan lain-lain. Indera dan kepekaan kita berkembang di dalam dan bersama dengan peralatan teknis yang kita gunakan.
Dalam zaman seperti inilah perlu sekali dunia seni memandang secara menyeluruh dan merenungkan hakikat dunia ini dalam kacamata seni. Mengapa dari sudut pandang seni? Karena di dalam seni terkandung kekayaan cara nonverbal untuk mengungkapkan masalah secara menyeluruh dan memiliki kekayaan kepekaan inderawi yang sangat dekat dengan cara kita mengalami dunia. Seni juga menunjukkan dunia yang mungkin ada melalui informasi, memperluas batas persepsi kita, dan melalui seni kita menjadi akrab dengan bentuk-bentuk sajian informasi. Oleh karena itu, seni dapat meminjamkan dan memperluas khasanah istilah dan wawasan kritisnya untuk menjembatani bagaimana populernya suatu karya akhir informasi dengan pertanyaan-pertanyaan kebudayaan yang penting.
Pada hari kedua setelah sesi panel selesai, diadakan pertunjukan concert menampilkan para mahasiswa pascasarjana ISI Yogyakarta dengan format solo vokal, duet gitar, duet gitar-cello.
Pada penutupan disampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus serta rencana ke depan untuk membangun jaringan dan koneksi peneliti seni dalam forum ICAPAS tahun depan yang bertema Art Education in Contemporary Asia Pasific. Acara diakhiri dengan pemberian cendera mata bagi para pembicara tamu yang disampaikan secara simbolis oleh Profesor Djohan selaku direktur pascasarjana ISI Yogyakarta.