SIKAK SIKAK JIDOR: Resistensi Visual Petani Tembakau
Oleh: Agus Purwantoro
Pada hari Kamis, 2 Juli 2015 telah dilaksanakan Ujian Terbuka Drs Agus Purwantoro yang diketuai oleh Prof. Dr. Djohan, M.Si. Promotor Prof. Drs. M. Dwi Marianto, M.F.A., Ph.D. Ko Promotor Dr. St. Sunardi dan Penguji Prof. Drs. Soeprapto Soedjono, M.F.A., Ph.D., Prof. Dr. P.M. Laksono, Dr. G. Subanar, S.J., Dr. GR. Lono Lastoro Simatupang, M.A., Dr. Aris Wahyudi, M.Hum., Dr. Edy Sunaryo, M.S. Saudara Agus Purwantoro Berhasil mempertahankan Disertasinya dihadapan Dewan Penguji dengan Predikat “Sangat Memuaskan” berikut sedikit ulasan tentang Sikak Sikak Jidor :
Gerakan anti tembakau Kontroversi persoalan tembakau menjadi isu yang sangat fenomenal dan menjadi wacana besar secara global serta menimbulkan dampak bagi masyarakat tempatan, khususnya di Indonesia. Beragam bentuk resistensi yang muncul mulai dari para petani lokal, organisator, hingga para elit dan pejabat negara, menunjukkan bahwa pergolakan sosial politik yang terjadi belum menghasilkan titik temu yang menjadi solusi bagi persoalan tersebut. Meski demikian masyarakat tembakau terus melakukan resistensi melalui beragam bentuk dalam komunitas-komunitasnya.Dari berbagai kajian dan studi yang mengenai resistensi masyarakat petani dihasilkan hipotesis bahwa selama ini tembakau hanya semata-mata dipandang sebagai sebuah komoditas perdagangan. Nilai-nilai sosial budaya yang melekat dalam komunitas dari masyarakat tembakau itu sendiri belum menjadi gagasan yang dipopulerkan melalui bidang penciptaan seni. Oleh karenanya, diperlukan pemaknaan melalui media seni atau seni alternatif sebagai wadah untuk menemukan rekaman-rekaman cerita bagaimana komunitas petani tembakau memerankan lakon dan berkesepakatan dengan berbagai kekuasaan. Melalui disertasi ini, wayang godhonk mengambil peran sebagai media penyadaran/pencerahan terhadap hakikat makhluk hidup di alam semesta ini. Ide-ide dan gagasan dalam wayang godhonk ini kemudian menjadi visualisasi masyarakat tembakau dalam penciptaan karya-karya seni lukis pada disertasi ini.
Melalui studi etnografis, pendekatan ini lebih dapat memberikan insight ke dalam penggambaran terhadap resistensi visual petani tembakau yang dalam interpretasi penulis terkena imbas dari permainan kuasa hegemoni global. Di tengah-tengah kondisi dan situasi tersebut, rakyat (yang dalam konteks ini adalah petani tembakau) terus melakukan perlawanan-perlawanan sebagai bentuk resistensi terhadap kekuasaan dominan. Melalui berbagai bentuk resistensi simbolik hingga resistensi terbuka yang dilakukan oleh petani memiliki makna perjuangan tiada henti. Studi ini mengamati perlawanan masyarakat petani yang terbuka dan cenderung massif serta bentuk-bentuk resistensi simbolik yang kemudian bergeser menjadi sebuah resistensi transgressif untuk menyatakan diri menantang penguasa yang menutup mata atas ketidakadilan hukum dan kebijakan. Kebijakan tersebut yang melahirkan resistensi dari komunitas-komunitas masyarakat tembakau di seluruh Indonesia khususnya di petani tembakau di Temanggung yang memiliki karakter khas dalam mengekspresikan perlawanan baik itu melalui simbolisasi objek-objek material, tindakan-tindakan masal, demonstrasi, kesenian tradisional, dan ungkapan-ungkapan bahasa yang digunakan.
Beberapa karya penciptaan seni ini merupakan suatu bentuk interpretasi seniman atas wacana mengenai kontroversi tanaman tembakau tersebut. Daun tembakau bukan hanya tanaman komoditi tetapi tanaman yang memiliki nilai-nilai kekayaan kultural dan seni sebagai makhluk hidup di bumi. Pandangan yang melihat tanaman tembakau sebagai tanaman komoditas tentu menyebabkan tercerabutnya nilai-nilai kultural dan seni yang memiliki kekuatan lebih besar untuk diapresiasi melebih nilai komoditasnya, sehingga yang terjadi adalah eksploitasi komoditi tembakau telah lepas dari kearifan manusia untuk menyikapi sisi kemanusiaannya secara bijak.
Oleh karena keberagaman simbol dan pemaknaan yang luas dan kaya maka bentuk karya seni yang diproduksi tidak terbatasi oleh satu bentuk karya namun mengikuti intuisi kreatif yang mampu memberikan pengayaan seni itu sendiri. Oleh karenanya, disertasi ini memberi ruang aktualisasi diri melalui karya seni baik itu dalam bentuk lukisan, pertunjukkan wayang godhonk, dan juga patung. Penciptaan wayang godhonk dalam disertasi ini merupakan suatu bentuk respon terhadap masyarakat dalam berkesenian yang mudah dirasakan dan dipahami oleh berbagai kalangan masyarakat. Wayang Godhonk juga menjadi media “srawung” dan sarana komunikasi wacana yang lebih efektif kepada berbagai kalangan. Pertunjukkan Wayang Godhonk menjadi sebuah gerakan untuk mengingatkan manusia agar kembali pada spiritualitas manusia untuk kepentingan hidup bersama dengan membuka ruang-ruang diskursif memperdalam pengetahuan serta ikut terlibat dalam perjuangan rakyat kecil mencari keadilan bagi kehidupan bersama.
Judul “Sikak-sikak Jidor” merupakan bahasa atau ungkapan yang mengandung narasi simbolik. Di dalamnya selain mengungkapkan cerita dibalik gonjang-ganjing dunia tembakau juga merupakan ungkapan perasaan gelisah dan marah konteksnya pada masyarakat Temanggung. Penulis menginterpretasikan bahasa simbolik “sikak-sikak jidor” adalah bentuk pengalihan kepedulian dari hiruk pikuk perdebatan mengenai tembakau ke kepedulian tentang bagaimana masyarakat tembakau dapat berdiri kembali pada keyakinannya menanam dan mempertahankan tembakau seperti tradisi yang selama ini mereka lakoni. Pemaknaan tersebut mengungkapkan wujud resistensi mereka terhadap hegemoni kekuasaan modern yang memprovokasi masyarakat awam dengan keyakinan semu.